*Mm* MiNDa magazine online (02/12/10)
TRUE STORY:
Sejarah itu Bermula dari Pena
Kisah seorang pemuda yang pada awalnya sangat awam dalam menulis. Tapi ada sebuah keresahaan yang sangat di dalam dada dan benaknya. Hingga suatu saat ia menulis puluhan bahkan ratusan lembar isi hati. Ia tidak tahu apakah itu disebut puisi, artikel ataupun buku. Yang jelas ia menulis apa yang terasa di hati dan pikirannya. Hingga tanpa ia sadari tulisannya tadi lebih dari 100 halaman. Hingga teman-temannya mengatakan bahwa ia telah menulis buku. Ia heran dan sedikit tidak percaya karena ia sendiri tidak pernah belajar menulis buku atau semacam artikel.
Yang paling mengesankan dari proses tersebut adalah bahwa pemuda ini tidak memiliki komputer bahkan ia mengetik di komputer pun dengan sebelas jari, apalagi punya laptop. Ia menggunakan pena dan kertas buram, kemudian ia meminjam komputer teman-temannya. Pada waktu itu ada 4 orang temannya yang meminjamkan komputer mereka, namun sesekali temannya tidak meminjamkan komputer dengan alasan lagi panas dan lain-lain. Yang jelas file tulisannya ada di beberapa komputer temannya tersebut dan ada juga yang hilang. Akhirnya ia bertekad untuk menyelesaikan tulisan tersebut dengan cara membeli komputer bekas secara angsur dengan salah satu temannya. Temannya setuju, kini ia harus mencari monitor, setelah mendapat komputer dengan monitor yang cukup butut, akhirnya baru seminggu menulis, ia mendapatkan ujian lagi, monitornya tidak nyala.
Ia pasrah kepada Rabb, ia tetap berusaha mencari solusi. Pada musim liburan semester ada salah satu temannya yang menitipkan komputernya sama si pemuda tadi. Nah, pemuda tadi melanjutkan tulisannya, yang ada dalam hatinya bahwa ia harus menyelesaikan tulisan tersebut dan segera bisa dibaca dan bermanfaat bagi orang banyak. Ia pasrah, setelah lebih kurang 2 minggu ia menulis, tulisan itu siap dan ia diuji lagi, ia jatuh sakit selama kurang lebih satu bulan. Namun ia sudah pasrah bahwa ia harus meninggalkan sesuatu yang berharga bagi peradaban.
Setelah sembuh, tulisannya tadi dikoreksi oleh beberapa teman dan dosennya, komentarnya macam-macam, ada yang positif ada juga yang pedas “Baca tulisan kamu aku jadi ngantuk”. Tapi, tetap ia tahan dan sabar, namanya juga penilaian orang so pasti berbeda. Ia terima dan direvisi. Ia coba cari penerbit dan ia pun bertemu dengan ketua jurusannya dengan sambutan positif ia dibantu menghubungkan ke penerbit. Naskah tersebut dikirim. Sudah 2 minggu ia dihubungi penerbit mereka tertarik dengan naskah tersebut, namun harus menunggu antrian. Ia pun menunggu hingga 7 bulan belum ada kepastian. Akhirnya ia putuskan batal. Ia lesu dan down. Tapi dosennya, Pak Promadi, M.A.,Ph.D (ketua jurusanya) menasihatinya, “Anda berkarya saja, terbit atau tidak itu urusan kemudian dan kirim saja tanpa berharap.” “Baiklah kalau bagitu.” Ia semangat lagi, kemudian ia ambil naskah yang sempat ia gudangkan dan ia foto kopi seperti buku sebanyak 4 eksemplar. Ia pun mengirim yang kedua kalinya. Belum beberapa hari, penerbit menelpon dan mereka tertarik dan akhirnya dalam waktu 4 bulan bukunya terbit dengan izin Allah dan segala perjuangan dan tekad, bukunya berjudul “Berani Maju Tanpa Rasa Malas.”
Saat ini dengan izin Allah kita semua juga sedang membaca dan menikmati pengalaman pemuda tersebut (Muklisin Al-Bonai) dan buku yang ada di tangan anda ini adalah buku yang ke-6 dari puluhan naskah yang sedang ia tulis dalam 2 tahun terakhir. “Orang besar membuat dan menulis sejarah, orang yang ingin hidupnya biasa saja hanya merasa cukup dengan membaca sejarah, padahal kita hidup untuk membuat sejarah.” (Kalimat Bijak). A True Story by Muklisin Al-Bonai.
Hikmah
Menulis bukan hanya soal bakat, minat, kemampuan, lebih dari itulah adanya niat yang luhur serta azzam (keinginan dan tekad yang kuat) dalam berbuat. Soal tidak ada komputer, laptop, sebenarnya tidak masalah, soal tidak memiliki bakat juga bukan masalah besar. Orang-orang besar terdahulu menulis hanya dengan pena dari bulu ayam, bambu, tapi karya mereka bertahan ribuan tahun dan memenuhi gudang-gudang pustaka pribadi mereka. Dan, kita mungkin tak akan merasa cukup umur untuk membaca dan menganalisa buku mereka. Semua itu, selain karunia dan izin Allah, adalah terletak pada azzam (tekad), karena ust. Rahmat Abdullah pernah berkata, “Kemiskinan yang paling miskin dan menyedihkan itu adalah kemiskinan azzam (kemauan atau tekad).” Sekarang yakin kita bisa sama-sama memadukan azzam dan let’s go…
Salam Penulis: Berkarya, Bermakna, Luar Biasa.By Muklisin Al-Bonai
One Response to "KISAH NYATA AL-BONAI"