Muda | Islami | Inspiratif | Ideal | Aktif
English French German Spain Italian Russian Portuguese Japanese Korean Arabic
by : BTF

BIOGRAFI PENULIS BESAR DUNIA

Posted by MiNDa magazine online Kamis, 24 Maret 2011, under | 0 komentar
Cinta Adalah Inspirasi Mengarang

“Dasar (Inspirasi) kepengarangan saya (menjadi pengarang) adalah cinta,” “Cinta tertinggi adalah Dia Yang Pengasih dan Maha Penyayang, yaitu Allah SWT. Pandanglah alam dengan penuh cinta, dan berjuanglah dengan semangat cinta. Dengan begitu anda akan berbalas-balas cinta dengan Dia pemberi cinta. Cinta sejati adalah taatkala anda memasuki gerbang maut dan bertemu Dia, ‘Almautu ayatu bi sadiq’.” [Prof. Dr. Buya Hamka]

“Dengan seni hidup menjadi indah, Dengan ilmu hidup menjadi mudah, Dengan agama hidup menjadi terarah.”

Sobat muda, rugi banget bagi yang nggak kenal dengan seorang ulama, aktivis politik, sastrawan, politikus, filsuf, dan aktivis Muhammadiyah Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara yang satu ini. Beliau adalah Prof. Buya HAMKA (Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah) tahun 1908-1981. Beliau lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Nama pemberian Ayahnya adalah Abdul Malik. Ibunya dari keluarga bangsawan. Ayahnya, Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau Haji Rasul, dari keluarga ulama dan seorang pelopor gerakan pembaruan/modernis dalam Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906. Sebutan Buya bagi HAMKA, panggilan untuk orang Minangkabau, berasal dari kata abi. Abuya (bahasa Arab), yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.
Sobat musti tahu kalau Buya HAMKA selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, HAMKA merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, HAMKA menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. HAMKA juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam. HAMKA juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid).
Wah sobat, beliau memang seorang ulama sekaligus sastrawan yang sangat inspiratif dan pruduktif. Pada 1950, ia mendapat kesempatan untuk melawat ke berbagai negara daratan Arab. Sepulang dari lawatan itu, HAMKA menulis beberapa roman. Antara lain Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Dajlah. Sebelum menyelesaikan roman-roman di atas, ia telah membuat roman yang lainnya. Seperti Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli, dan Di Dalam Lembah Kehidupan merupakan roman yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastra di Malaysia dan Singapura. Setelah itu HAMKA menulis lagi di majalah baru Panji Masyarakat yang sempat terkenal karena menerbitkan tulisan Bung Hatta berjudul Demokrasi Kita.

Ujian Besar Untuk Menjadi Besar
Sudah barang tentu setiap orang yang pernah mengenal Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang sering dipanggil Buya Hamka, akan memberikan penilaian komplit. Buya Hamka nggak hanya dikenal sebagai penceramah agama yang bisa memukau pendengarnya. Di balik itu, Ia seorang ulama yang disegani, seorang guru yang ditiru, politisi yang punya kepedulian kepada masyarakat, sastrawan yang meninggalkan karya yang masih dibaca hingga kini, dan wartawan yang pernah memimpin media yang berpengaruh. Ini bukanlah pujian yang berlebihan, namun ini adalah hasil karya dan kiprahnya semasa hidup dan semua itu memperpanjang umur beliau dengan karyanya.
Sobat Muda, tentu sudah mahfum tentang pepatah ini, “Semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin yang menerpanya.” Karya besar dan menjadi pribadi berjiwa besar akan selalu dekat yang namanya ujian. Semakin tinggi dan besar, maka ujiannya pun semakin besar. Nggak bisa kita tepis lagi apa yang terjadi dengan Buya HAMKA. Buya Hamka pernah masuk penjara dengan tuduhan palsu. Namun, kehinaan pribadi dan penderitaan fisik ini justru menjadi kesempatan untuk menyelesaikan warisan yang luar biasa, Tafsir Al Azhar yang lengkap 30 jus dan sudah dicetak ulang puluhan kali.

Yuk belajar berkarya dengan para penulis besar:
Ternyata rahasia beliau eksis berkarya adalah cinta. Inspirasi menjadi pengarangnya adalah cinta.














Ramadhan K.H.
Ramadhan K.H. yang nama lengkapnya adalah Ramadhan Karta Hadimadja (lahir di Bandoeng, 16 Maret 1927 – meninggal di Cape Town, Afrika Selatan, 16 Maret 2006 pada umur 79 tahun) adalah seorang penulis biografi Indonesia. Ia meninggal setelah menderita kanker prostat selama ±3 bulan.
Kang Atun, panggilan akrab Ramadhan, adalah anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Ayahnya, Rd. Edjeh Kartahadimadja, adalah seorang patih Kabupaten Bandung pada masa kekuasaan Hindia Belanda. Ia dilahirkan dari perkawinan ayahnya dengan Saidah. Aoh K. Hadimadja (1911 - 1972) yang juga dikenal sebagai penyair dan novelis itu, adalah kakak kandung seayah Ramadhan yang lahir dari rahim istri pertama ayahnya yakni Rd. Djuwariah binti Martalogawa. Ketika usia Ramadhan masih belum genap tiga bulan, ayahnya terpikat perempuan lain dan menceraikan Saidah yang langsung dikembalikan ke kampung. Pengalaman tersebut membuat ia dekat dengan sosok ibu dan menghayati derita kaum perempuan.
Pendidikan dan pekerjaan
Ramadhan pernah bekerja selama 13 tahun sebagai wartawan Antara. Lalu, dia minta berhenti karena tak tahan melihat merajalelanya korupsi waktu itu. Dia tercatat sebagai mahasiswa ITB dan Akademi Dinas Luar Negeri di Jakarta, kedua-duanya tidak tamat. Dia juga pernah bertugas sebagai Redaktur Majalah Kisah, Redaktur Mingguan Siasat dan Redaktur Mingguan Siasat Baru.
Semasa hidupnya Ramadhan terkenal sebagai penulis yang kreatif dan produktif. Ia banyak menulis puisi, cerpen, novel, biografi, dan menerjemahkan serta menyunting.
Kumpulan puisinya yang diterbitkan dengan judul "Priangan Si Djelita" (1956), ditulis saat Ramadhan kembali ke Indonesia dari perjalanan di Eropa pada 1954. Kala itu, ia menyaksikan tanah kelahirannya, Jawa Barat, sedang bergejolak akibat berbagai peristiwa separatis. Kekacauan sosial politik itu mengilhaminya menulis puisi-puisi tersebut.
Sastrawan Sapardi Djoko Damono, menilai buku tersebut sebagai puncak prestasi Ramadhan di dunia sastra Indonesia. Menurut Sapardi, buku itu adalah salah satu buku kumpulan puisi terbaik yang pernah diterbitkan di Indonesia. "Dia adalah segelintir, kalau tidak satu-satunya, sastrawan yang membuat puisi dalam format tembang kinanti," papar Sapardi.
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya Ramadhan tinggal di Capetown mengikuti istrinya, Salfrida Nasution, yang bertugas sebagai Konsul Jenderal Republik Indonesia di kota itu. Sebelumnya ia pernah tinggal di Los Angeles, Paris, Jenewa, dan Bonn, menyertai istrinya yang terdahulu, Pruistin Atmadjasaputra, juga seorang diplomat, yang dikenal dengan panggilan "Tines". Tines, yang dinikahinya pada 1958, mendahuluinya pada 10 April 1990 di Bonn, Jerman. Setelah ditinggal istrinya, pada tahun 1993 Ramadhan menikah kembali dengan Salfrida, seorang sahabat istrinya yang pernah menyumbangkan darahnya ketika Tines sakit.
Korban fitnah
Pada tahun 1965 Ramadhan sempat ditahan selama 16 hari di Kamp Kebon Waru, Bandung, bersama-sama dengan Dajat Hardjakusumah, ayah kelompok pemusik Bimbo yang saat itu menjabat pimpinan Kantor Antara Cabang Bandung.
Keduanya ditahan karena dilaporkan bertemu A. Karim DP dan Satyagraha, pimpinan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat yang masa itu dianggap berideologi kiri dan mendukung G-30-S. Oleh karena itu, mereka juga dianggap pendukung G-30-S. Belakangan ia baru tahu bahwa mereka difitnah kelompok lain dapat menguasai kantor Antara cabang Bandung. Sesudah enam belas hari dalam tahanan, keduanya dibebaskan dan pimpinan pusat Antara memindahkannya ke Jakarta. Ramadhan langsung pindah ke Jakarta.
Menulis biografi Presiden Soeharto
Pada 1982, ketika tinggal di Jenewa, Ramadhan dihubungi oleh Kepala Mass Media Sekretariat Negara di Jakarta, Gufran Dwipayana yang mengajaknya untuk menulis biografi Soeharto yang masih menjabat sebagai presiden R.I. waktu itu. Ramadhan mula-mula menolak, karena sebagai orang Jawa Barat merasa tak menguasai budaya Jawa, daerah asal Soeharto. Namun Soeharto sudah menjatuhkan pilihan pada Ramadhan.
Nama Ramadhan dipilih lantaran bukunya, Kuantar ke Gerbang, biografi kisah cinta Inggit Garnasih dengan Presiden Soekarno sangat berkesan bagi Dwipayana, orang dekat Soeharto, yang dipercayai menentukan calon penulis biografi Soeharto.
Selama penulisan biografi Soeharto hanya dua kali Kartahadimadja bertemu dengan orang terkuat di masa Orde Baru. Pertanyaan di luar pertemuan itu diajukan Kartahadimadja dengan cara merekamnya. Lalu rekaman itu dititipkannya lewat Dwipayana, yang setiap Jumat bertemu Soeharto. Berdasarkan rekaman jawaban itulah Ramadhan lebih banyak bekerja.
Penulisan biografi Soeharto membuat Ramadhan merasa tertekan, tak sama dengan ketika dia menulis buku biografi tokoh lain. Dia merasa berat melakukannya karena takut salah tulis atau malah ditangkap.
Ramadhan biasanya mengajak seorang atau lebih penulis lain untuk menulis biografi. Selain meringankan tugas, sekiranya dia berhalangan, sakit, atau meninggal dunia, penulisan buku itu tidak terhenti.
Tidak selamanya perjalanan Ramadhan dalam menulis berjalan mulus. Rencana menulis biografi Ibnu Soetowo, mantan Direktur Utama Pertamina, dan Wiweko, tokoh penerbangan nasional, gagal lantaran perselisihan antara narasumber dengan rekan Kartahadimadja yang membantunya menulis. Penulisan biografi Yulia Sukamdani juga batal karena permintaan suaminya.
Setelah Tines berpulang, Ramadhan kembali ke Indonesia bersama kedua anaknya. Ia ingin menagih honor kepada Soeharto, tetapi Dwipayana sudah meninggal dunia. Sekretaris Militer Presiden Syaukat Banjaransari menyarankannya agar menulis surat langsung kepada Presiden. Beberapa hari kemudian datang telepon dari Kolonel Wiranto, ajudan Presiden Soeharto. Ia diminta datang ke Jl. Cendana. Bersama Gumilang ia datang, masuk ke halaman, langsung diberi mobil Honda Accord warna merah. Mobil baru dengan jok terbungkus plastik. Namun Soeharto tidak menemuinya. Mereka hanya bertemu di depan garasi dan terbatas dengan Wiranto.
Akhir hayat
Pada hari-hari terakhirnya, Ramadhan kembali menekuni kegemarannya di masa lalu, melukis. Salah satu tema lukisan kesayangannya adalah rangkaian pegunungan di belakang rumahnya di Cape Town.
Ia meninggal dunia tepat pada peringatan hari kelahirannya yang ke-79 tahun. Ia meninggalkan istrinya, Salfrida, dua orang putra dari Tines, Gilang dan Gumilang, dan lima orang cucu.
Ramadhan pernah mendapatkan sejumlah penghargaan, antara lain "Hadiah Sastra ASEAN" (Southeast Asia Write Award) pada 1993. Pada tahun 2001 ia diangkat menjadi anggota kehormatan Perhimpunan Sejarahwan Indonesia. Selain itu Ramadhan juga merupakan salah seorang anggota Akademi Jakarta.
Karya-karya Ramadhan
• Kuantar ke Gerbang: kisah cinta kisah cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno (1981)
• Gelombang hidupku: Dewi Dja dari Dardanella (1982)
• Soeharto pikiran, ucapan, dan tindakan saya: otobiografi (1988)
• A.E. Kawilarang - untuk Sang Merah Putih: pengalaman, 1942- 1961 (1988)
• Bang Ali demi Jakarta (1966-1977): memoar (1992)
• Hoegeng, polisi idaman dan kenyataan: sebuah autobiografi (ditulis bersama dengan Abrar Yusra) (1993)
• Soemitro, mantan Pangkopkamtib: dari Pangdam Mulawarman sampai Pangkopkamtib (1994)
• Gobel, pelopor industri elektronika Indonesia dengan falsafah usaha pohon pisang (1994)
• Sjamaun Gaharu, cuplikan perjuangan di daerah modal: sebuah autobiografi (ditulis bersama dengan Hamid Jabbar, Sjamaun Gaharu) (1995)
• D.I. Pandjaitan, pahlawan revolusi gugur dalam seragam kebesaran: biografi (ditulis bersama dengan Sugiarta Sriwibawa) (1997)
• Demi bangsa - liku-liku pengabdian Prof. Dr. Midian Sirait: dari guru SR Porsea sampai Guru Besar ITB (ditulis bersama dengan Sugiarta Sriwibawa) (1999)
• H. Priyatna Abdurrasyid - dari Cilampeni ke New York: mengikuti hati nurani (2001)
• H. Djaelani Hidajat - dari tukang sortir pos sampai menteri: sebuah otobiografi (ditulis bersama dengan Tatang Sumarsono) (2002)
• Pergulatan tanpa henti - Adnan Buyung Nasution (dibantu dituliskan oleh Ramadhan K.H. dan Nina Pane) (2004)
Novel
• Rojan revolusi (1971)
• Kemelut hidup (1977)
• Keluarga Permana (1978)
• Ladang Perminus (1990)
Puisi
• Priangan si Djelita: kumpulan sandjak (1956)
• Am Rande des Reisfelds: zweisprachige Anthologie moderner indonesischer Lyrik / herausgegeben von Berthold Damshäuser und Ramadhan K.H. aus dem indonesischen übersetzt von Berthold Damshäuser = Pinggir sawah : antologi dwibahasa puisi Indonesia modern / disunting bersama dengan Berthold Damshäuser, diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman oleh Berthold Damshäuser (1990)
• Gebt mir Indonesien zurück! - Anthologie moderner indonesischer Lyrik / herausgegeben von Berthold Damshäuser und Ramadhan K.H.; aus dem Indonesischen übersetzt von Berthold Damshäuser, mit einem Vorwort von Berthold Damshäuser (1994)
• Jakarta & Berlin dalam cermin puisi: antologi dwibahasa dengan puisi mengenai Jakarta dan Berlin (2002)
• Antologie Bilingue de la Poesie Indonesienne Contemporaine: antologi puisi dwibahasa Indonesia-Prancis (..)
Terjemahan
• Yerma: drama tragis dalam tiga babak dan enam adegan oleh Federico García Lorca (1956)
• Romansa Kaum Gitana oleh Federico García Lorca (1973)
• Rumah Bernarda Alba oleh Federico García Lorca (1957)
Lain-lain
• Bola Kerandjang - liputan Olimpiade Helsinki (1952) - bukunya yang pertama
• Syair Himne Asian Games Jakarta (1963)
• Menguak duniaku - kisah sejati kelainan seksual (ditulis bersama dengan R. Prie Prawirakusumah) (1988)
• Amatan para ahli Jerman tentang Indonesia, disunting bersama dengan Berthold Damshäuser (1992)
• Rantau dan renungan: budayawan Indonesia tentang pengalamannya di Perancis (1992)
• Transmigrasi: harapan dan tantangan (1993)
• Dari monopoli menuju kompetisi: 50 tahun telekomunikasi Indonesia sejarah dan kiat manajemen Telkom (ditulis bersama dengan Sugiarta Sriwibawa, Abrar Yusra) (1994)
• Mochtar Lubis bicara lurus: menjawab pertanyaan wartawan (1995)
• Pers bertanya, Bang Ali menjawab (1995)
• Rantau dan Renungan I: budayawan Indonesia tentang pengalamannya di Perancis (penyunting bersama dengan Jean Couteau, Henri Chambert-Loir) (1999)
• Kita banyak berdusta - wawancara pers dan tulisan Laksamana Sukardi (penyunting bersama dengan Endo Senggono) (2000)
• Peran historis Kosgoro (ditulis bersama dengan Sugiarta Sriwibawa) (2000)
id.wikipedia.org/wiki/Ramadhan_K.H.










Sutan Takdir Alisyahbana
Link ke posting ini

Sutan Takdir Alisyahbana adalah motor dan pejuang gerakan pujangga Baru. Dia dilahirkan di Natal, Tapanuli Selatan, puda tanggal 11I Pebruari 1908. Buku roman pertamanya adalah Tak putus Dirundung Malang yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, tempat dia bekerja.
Mula-mula Sutan Takdir Alisyahbana bersekolah di HD Bangkahulu, kemudian melanjutkan ke Kweekschool di Muara Enim, dan HBS di Bandung. Setelah itu, ia melanjutkan ke perguruan tinggi, yaitu RHS ( Recht HogeSchool) di Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum).
Selain itu, Takdir mengikuii titiatrtentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan filsafat. Peranan Sutan Takdir Alisyahbana dalam bidang sastra, budaya, dan bahasa sangat besar. Ia telah menulis beberapa judul buku yang berhubungan dengan ketiga bidang tersebut. Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisannya Tak Putus Dirundung Malang (1929). Disusul dengan karyanya yang lain, yaitu Diam Tak Kunjung padam (1932), Layar Terkembang 1936, Anak Perawan di Sarang Penyamun (1941l), Grotta Azzura (1970), Tebaran Mega, Kalah dan Menang (1978), Puisi Lama (1941), dan puisi Baru (1946). Karyanya yang lain yang bukan berupa karya sastra ialah Tata bahasa Bahasa Indonesia (1936), Pembimbing ke Filsafat (1946), Dari perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957), dan Revolusi Masyarikat "dan Kebudayaan di indonesia (1966).
Salah satu karyanya yang mendapat sorotan masyarakat dan para peminat sastra yaitu Layar Terkembang. Novel ini telah mengalami cetak ulang beberapa kali. Selain itu, Layar Terkembang merupakan cerminan cita-citanya. Dalam novel ini Takdir merenuangkan gagasannya dalam memajukan masyarakat, terutama gagasan memajukan peranan kaum wanita. cita-cita Takdir digambarkannya melalui tokoh Tuti sebagai wanita Indonesia yang berpikiran maju yang aktif dalam pergerakan wanita. Layar Terkembang merupakan puncak karya sastra Pujangga Baru.
Sidney Sheldon

Sidney Sheldon adalah penulis buku Melaikat Keadilan, Lewat Tengah Malam, Bila Esok Tiba, A Stranger in the Mirror, Bloodline, dan Master of the Game. Semuanya menjadi bestseller. Bukunya yang pertama dan lain daripada yang lain, Wajah Sang Pembunuh, oleh New York Times dipilih sebagai “kisah misteri paling baik tahun ini".
Semua novel Sheldon sukses difilmkan atau ditayangkan sebagai mini-seri di televise. Bahkan sebelum menjadi novelis, Sidney Sheldon telah memenangkan Tony Award untuk Redhead yang di pentaskan di Brodway, dan Academy Award untuk The Bachelor and the Bobby Soxer.
Beliau telah menulis skenario untuk dua puluh tiga film, diantaranya Esster Parade (dengan pemain utama Judy Garland) dan Annie Get Your Gun. Kecuali itu beliau juga menulis enam karya lain yang sukses di Broadway dan menciptakan empat film seri televisi yang masa putarnya bertahan lama, antara lain Hart to Hart dan I Dream of Jeannie. Kedua film seri tersebut diproduksikan dan disutradarai beliau sendiri. Sidney Sheldon tinggal di Southern California dan mengaku sebagai penulis yang penuh pemikiran aneh. "Saya tak dapat menahan hasrat saya," katanya, "Saya sangat suka menulis."














Rusman Sutiasumarga
Link ke posting ini
Rusman Sutiasumarga Lahir tanggal 5 Juli l9l7 di Sagalaherang, Subang, Jawa Barat. Pendidikan Setelah tamat SMTP, kemudian masuk sekolah guru nasional Taman Siswa Budi Arti, tamat tahun 1941.
Pengalaman kerja : Tahun l94l - 1943 menjadi guru SD Swasta. Tahun 1943 - 1973 ( sampai saat pension ) bekerja di balai pustaka sebagai redaktur. Selain menjadi redaktur Balai pustka, ia juga mengajar di Taman Siswa sampai tahun 1984. Ia juga pernah menjadi dosen di Fak. Sastra UI dan Universitas Res Publica (sekarang Trisakti) dalam mata kuliah Sastra/Bahasa Sunda.
Tahun 1968 dikirim ke Jepang sebagai traince dalam bidang pembukuan atas nama penerbit Balai Pustaka Kegiatan di bidang sastra/bahasa: Tahun 1956 anggota juri BMKN untuk penetapan hadiah sastra 1955/1956 sampai dengan tahun 1958 ketua komisi Istilah Lembaga Basajeung sastra sunda Bandung. Tahun 1972 menjadi seketaris Panitia Pertimbangan Anugrah Seni. Depdikbud bidang Sastra Indonesia. Tahun 1972 itu juga menjadi anggota merangkap koordinator Komisi Penilai Naskah Sayembara Mangarang Bacaan Remaja, menyambut Tahun baru Intemasional 1972 lndonesia. Tahun 1977 anggota Dewan Juri Sayembara Mengarang Roman, Dewan Kesenian Jakarta.
Atas kegiatannya tersebut Rusman Sutiasumarga berkali - kali mendapatpiagam penghargaan, antara lain : Tahun 196l dari Lembaga Basa Jeungsastra Sunda untuk cerita pendek terbaik. Tahun l972 dari Menteri Penerangan, untuk pelaksaan program tahun buku internasional Indonesia.Tahun 1977 dari Gubemur DKI Jaya atas kegiatannya terus-menerus dalam bidang kesenian sastra Sunda di DKI Jaya. Tahun 1977 dari pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. Buku-bukunya yang sudah terbit: yang Terhempas dan terkandas, kumpulan cerpen 1951, ciung wanara, cerita anak-anak. 1961 Korban Romantik, kumpulan cerpen tahun 1963. Aneka pustaka, kumpulan pembicaraan buku tahun 1974. Si Buncir, cerita anak - anak, tahun 1967. Papacangan, kumpulan cerpen bahasa sunda, tahun 1960. Cinta pertama, terjemahan karya Ivan Toergenyew, tahun 1972. Robinson Crusoe, terjemahan karya Danil Defoe, bersama Haksan wirasutisna tahun 1975. Putri Balkis, saduran tahun 1966. Kandjut Kundang, kumpulan cerita prosa dan puisi bahasa Sunda tahun 1963 bersama Ajip Rosidi.












Kahlil Gibran
Kahlil Gibran lahir di beshari, Lebanon 1833. Pada usia 10 tahun ia berimigrasi ke Amerika bersama ibu dan kedua adik perempuannya. Sempat kembali ke tanah kelahirannya selama tiga tahun untuk memperdalam bahasa Arab. Kahlil Gibran menghabiskan masa remaja bersama seniman bohemian di Boston. la juga pernah tinggal di Paris selama setahun untuk berguru seni rupa pada beberapa seniman Prancis.
Pulang dari Paris ia pindah ke New York dan menetap di kota ini sampai akhir hayat. Tulisan-tulisan Gibran dikenal luas karena cita rasa orientalnya yang eksotik, bahkan mitis. Dianggap sebagai penyair Arab perantauan terbesar. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke lebih 20 bahasa.
Kahlil Gibran meninggal di New York 1931. Seorang pelayat pada prosesi pemakaman Gibran menggambarkan sebagian dari isi buku ini sebagai melampaui imajinasi. Ratusan pendeta dan para pemimpin agama, yang mewakili setiap acara pemakaman itu. Mereka berasal dari Kristen Maronit, Islam Syi'ah dah Sunni, Protestan, Gereja Yunani Kuno, Yahudi, Druz, dan lain-lain.
Kahil Gibran dikuburkan di Beshari, Lebanon, tempat dia menjalani masa kanak-kanaknya. Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems". Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman". Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty Drawing", l9l9l, "The Forerunne", 1920, dan "Sang Nabi" pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.
Sebelum terbitnya "Sang Nabi', hubungan dekat antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari Georgia. Ia rnenawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau hubungan Mary dan Gibran pada mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan pernikahan mereka, namun pada dasamya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak yang berbeda dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.
Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi'. Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelunnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran. Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son of Man" pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama fulisannya "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan 'The Earth Gods" pada tahun 1931. Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".

Kahlil Gibran lahir pada tanggal 6 Januari 1883 di Beshari, Lebanon. Beshari sendiri merupakan daerah yang kerap disinggahi badai, gempa serta petir. Tak heran bila sejak kecil, mata Gibran sudah terbiasa menangkap fenomena-fenomena alam tersebut. Inilah yang nantinya banyak mempengaruhi tulisan-tulisannya tentang alam.

Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke Boston, Amerika Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran lain yang berhamburan datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Keceriaan Gibran di bangku sekolah umum di Boston, diisi dengan masa akulturasinya maka bahasa dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan Amerika. Namun, proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Bairut, di mana dia belajar di Madrasah Al-Hikmat (School of Wisdom) sejak tahun 1898 sampai 1901.

Selama awal masa remaja, visinya tentang tanah kelahiran dan masa depannya mulai terbentuk. Tirani kerajaan Ottoman, sifat munafik organisasi gereja, dan peran kaum wanita Asia Barat yang sekadar sebagai pengabdi, mengilhami cara pandangnya yang kemudian dituangkan ke dalam karya-karyanya yang berbahasa Arab.

Gibran meninggalkan tanah airnya lagi saat ia berusia 19 tahun, namun ingatannya tak pernah bisa lepas dari Lebanon. Lebanon sudah menjadi inspirasinya. Di Boston dia menulis tentang negerinya itu untuk mengekspresikan dirinya. Ini yang kemudian justru memberinya kebebasan untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu.

Gibran menulis drama pertamanya di Paris dari tahun 1901 hingga 1902. Tatkala itu usianya menginjak 20 tahun. Karya pertamanya, “Spirits Rebellious” ditulis di Boston dan diterbitkan di New York, yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang meyerang orang-orang korup yang dilihatnya. Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari gereja Maronite. Akan tetapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.

Masa-masa pembentukan diri selama di Paris cerai-berai ketika Gibran menerima kabar dari Konsulat Jendral Turki, bahwa sebuah tragedi telah menghancurkan keluarganya. Adik perempuannya yang paling muda berumur 15 tahun, Sultana, meninggal karena TBC.

Gibran segera kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang menjadi tumpuan hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena TBC. Ibu yang memuja dan dipujanya, Kamilah, juga telah meninggal dunia karena tumor ganas. Hanya adiknya, Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan kemiskinan keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu terjadi antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Gibran dan adiknya lantas harus menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

Di tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss Teahan’s Gowns. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.

Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi. Di sini dia hidup senang karena secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun dikenal memiliki hubungan khusus dengannya sejak masih tinggal di Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910, dia belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy. Kembali ke Boston, Gibran mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Ia juga mengambil alih pembiayaan keluarganya.

Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.

Sebelum tahun 1912 “Broken Wings” telah diterbitkan dalam Bahasa Arab. Buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya. Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang oportunis. Karya Gibran ini sering dianggap sebagai otobiografinya.

Pengaruh “Broken Wings” terasa sangat besar di dunia Arab karena di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan. Cetakan pertama “Broken Wings” ini dipersembahkan untuk Mary Haskell.

Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada tahun-tahun berikutnya. Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Syria yang tinggal di Amerika.

Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup. Pierre Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat.

Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, “The Madman”, “His Parables and Poems”. Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam “The Madman”. Setelah “The Madman”, buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah “Twenty Drawing”, 1919; “The Forerunne”, 1920; dan “Sang Nabi” pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.

Sebelum terbitnya “Sang Nabi”, hubungan dekat antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari Georgia. Ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau hubungan Mary dan Gibran pada mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan pernikahan mereka, namun pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak yang berbeda dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.

Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca “Sang Nabi”. Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.

Gibran menyelesaikan “Sand and Foam” tahun 1926, dan “Jesus the Son of Man” pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, “Lazarus” pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan “The Earth Gods” pada tahun 1931. Karyanya yang lain “The Wanderer”, yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain “The Garden of the Propeth”.

Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hati dan TBC, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent’s Hospital di Greenwich Village.

Hari berikutnya Marianna mengirim telegram ke Mary di Savannah untuk mengabarkan kematian penyair ini. Meskipun harus merawat suaminya yang saat itu juga menderita sakit, Mary tetap menyempatkan diri untuk melayat Gibran.

Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di Ma Sarkis, sebuah biara Carmelite di mana Gibran pernah melakukan ibadah.

Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui seluk-beluk studio, warisan dan tanah peninggalan Gibran. Juga secarik kertas yang bertuliskan, “Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk membantu dunia Timur, karena ia telah banyak sekali membantuku.”








pelitaku.sabda.org › Biografi Penulis Terkenal

Chairil Anwar (Medan, 26 Juli 1922 - Jakarta, 28 April 1949) atau dikenal Sebagai "Si Binatang Jalang" (dalam karyanya berjudul Aku) adalah penyair terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia
Dilahirkan di Medan, Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, yang bekerja sebagai pamong praja. Dari pihak ibunya, Saleha dia masih punya Pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.
Chairil masuk Hollands Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang- Orang pribumi waktu penjajah Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah menengah pertama Belanda, tetapi dia keluar Sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi Awalnya yang ditemukan.
Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastra. Meskipun Pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca pengarang internasional ternama, Seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald Macleish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Ferron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya.
Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi Dalam tiga buku : Deru Campur Debu, Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin.
Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairit Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC. Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.

One Response to "BIOGRAFI PENULIS BESAR DUNIA"