Muda | Islami | Inspiratif | Ideal | Aktif
English French German Spain Italian Russian Portuguese Japanese Korean Arabic
by : BTF

RUMAH CERPEN

Posted by MiNDa magazine online Rabu, 30 Maret 2011, under | 0 komentar
CERPEN 1: EDISI MARET 2011



SUATU KETIKA DI PALESTINA

Malam ketika itu dingin. Meski demikian, Safar tetap dalam lelapnya karena kelelahan mengerjakan tugas kampus siang tadi. Rumah kontrakannya sepi, tiada suara terdengar kecuali sesekali desah truk atau mobil, lewat dijalan yang tak begitu jauh dari kediamannya itu. Ketika itu pukul 11.05 malam.
***
Dan malam itu benar-benar pekat. Sepekat asa yang berlipat-lipat di antara penghuni rumah-rumah yang tersusun redup. Meredup bersama rembulan yang seakan bertutur sedih di sudut-sudut jendela rumah yang berdiri di bumi tandus ini, di tanah yang selalu jadi saksi kebiadaban ambisi-ambisi duniawi.
Wajarkah penghuni negeri ini menerima semua kebiadaban tersebut? Wajarkah mereka mendapatkan perlakuan kejam ini? Lihat! Betapa sebuah kedaulatan diinjak-injak oleh kesombongan mereka yang ingkar akan perintah Allah. Lihat! Mereka dengan jelas-jelas mendobrak undang-undang. Lihat! Mereka benar-benar pintar memutarbalikkan fakta. Tak sadarkah kita? Mereka menjajah kami, menjajah kita semua! Mereka ingin agar Islam segera ditinggalkan! Mereka ingin agar kita melupakan akhirat!
Kebiadaban itupun belum usai. Entah kapan ia berakhir. Tapi ia pasti berakhir. ia pasti suatu saat, selesai bersama kejayaan para perindu kebenaran. Ketika penindasan ini terasa seperti sebuah ‘keharusan’ bagi sebagian orang, sebagian lain tetap berada dalam dunia tertindas bersama fitnah-fitnah yang dilahap dari media-media tak bertanggung jawab, kertas-kertas berita yang memutarbalikkan fakta, informasi seakan akurat, yang sebenarnya tidak objektif. Dunia ini menyuguhkan para perwira tangguh penegak bendera Allah!
Safar melihat potongan-potongan realita cerita. Ia menyaksikan mozaik-mozaik ‘videoclip’ sebuah kisah realita. Dan ketika itu, ia melihat seorang ibu dan anak berdialog singkat, sangat singkat..
“Ummi, mengapa kita harus hidup seperti ini?” tanya seorang anak dengan nada masih tak mampu menyimpan ketakutan karena hampir setiap waktu suara gelegar pesawat zionist dan dentuman bom memenuhi dunia sehari-hari mereka.
Sang ibu hanya diam, mengusap rambut anak kandung satu-satunya itu. Beliau menyeka air mata putranya yang baru berusia lima tahun tersebut. Itu air mata kesedihan sekaligus ketegaran..
Di luar rumah mereka, sejenak suasana sunyi. Namun beberapa waktu kemudian, terdengar ledakan di beberapa tempat. Suara raungan ambulan pun tiada mau kalah di antara tangisan wanita dan anak-anak di reruntuhan, dan itu seakan jadi hal yang biasa bagi bangsa itu..
Berlari bersama kematian, dan kematian menjemput mereka di bawah reruntuhan tembok. Di antara desingan peluru-peluru jahiliah. Dalam tank-tank yang hadir untuk kehancuran dan kepedihan..
Safar berdiri di sana. Ia diam. Bulir air matanya mengalir tiada sadar olehnya. Ia kesat air mata itu perlahan. Seketika itu juga terdengar suara torpedo meluluhlantakkan sebuah rumah, sangat dekat dengan posisi lelaki itu. Selang seketika ia mendengar jeritan seorang anak.
Di manakah aku? Nalurinya bertanya.
Ia lalu berusaha mencari tahu, berjalan di jalanan berdebu.
Terkadang, Safar bersembunyi bawah pohon karena ketakutan. Kebingunanpun menyertainya. Suara-suara bom masih sering mengalunkan irama kematian. Ia tiada melihat seorangpun di sana, tiada seorangpun. Andai ia bertemu, hasratnya ia ingin bertanya. Di manakah sebenarnya tempat ini? Nerakakah?
Keletihan menyelubungnya. Ia lelah. Matanya berkunang-kunang. Dan, ketika itu juga, ada bayangan seseorang di antara asap-asap tebal dan suara-suara kemusnahan. Itu bayangan seorang laki-laki yang berdiri dengan jarak tidak lebih dari dua meter darinya.
Safar berusaha mengamati lelaki itu seksama. Pandangan lelaki yang tak ia kenal itu begitu teduh. Kafiyeh merah sedikit berkibar oleh angin malam.
Safar mendekat, lalu rebah.
Lamat-lamat suara itu terdengar. Perlahan. Ia berusaha membuka bola matanya, meski terasa begitu berat. Ketika itu juga, ia mendengar suara beberapa lelaki berdiri di kanan kirinya, mengucapkan syukur kepada Allah. Ia ketika itu masih terbaring tak berdaya di tempat tidur.
Ia mendapati dirinya sekarang terbaring lelah di dipan, di sebuah ruangan kecil. Ada meja kecil, dan selebihnya kosong di ruangan itu. Safar berusaha bangun, namun dicegah oleh seorang ikhwan di samping kanannya,
“Sebaiknya antum istirahat saja.”
Safar menuruti anjuran ikhwan itu. Ia yakin ikhwan itulah yang ia lihat terakhir sebelum ia tak sadarkan diri, bahkan ia yakin, mereka adalah orang-orang baik.
***
Ia terisak, lagi lagi tanpa sadar. Ia seolah sedang melihat seorang sahabat yang telah lama terpisah. Mereka saling berpelukan. Sejenak, tiada sua, tiada kata-kata..
“Lihatlah wahai saudaraku. Mereka menodai kemerdekaan negeri ini. Mereka menghancurkan kehidupan kami. Mereka bahkan ingin menghancurkan mesjid bersejarah umat Islam, mesjid al Aqsa!” kata-katanya begitu berat, tersendat.
Safar menatap setiap saudaranya di ruangan itu. Ia mulai mengerti sekarang di mana ia berada. Gurat kesedihan jelas terlihat di wajah Safar.
“Palestina?” tanya Safar. Ia melihat sekeliling. Hampir tiada keceriaan terlihat di tiap sudut dunia negeri ini. Penindasan, pelanggaran HAM, pembunuhan.
Kami mohon do’a dari antum, saudaraku seiman. Masalah negeri kami juga masalah umat Islam, saudaraku. Lakukanlah apa yang antum sanggup untuk negeri yang kini berduka ini. Perlihatkan pada seluruh dunia, saudaraku, bahwa zionistlah yang sesungguhnya terorist, zionist!”
Suara itu menggema, dan gelap merayap.
Safar terbangun dari tidurnya. Ia melihat jam di dinding, jam 02.35 dini hari. Entah mengapa, fikirannya masih mengingat-ingat peristiwa itu, peristiwa yang ada dalam memori mimpinya.
Setelah melaksanakan sholat malam, Safar manghampiri komputer yang ada di sudut kamarnya. Dini hari itu, ia mulai menulis artikel tentang pembelaan terhadap pembebasan Palestina yang selama ini tak begitu ia pedulikan.***


Oleh Fathromi (Pengurus FLP Pekanbaru, Pimpro Albes, Mhs UIN Suska Riau)

(cerpen ini merupakan salah satu dari buku kumpulan cerpen 'Kerdam Cinta Palestina' FLP Se-Sumatera terbitan Folipenol, 2010)


_____________________________________________________________________________________


CERPEN 2:EDISI APRIL 2011

One Response to "RUMAH CERPEN"