Muda | Islami | Inspiratif | Ideal | Aktif
English French German Spain Italian Russian Portuguese Japanese Korean Arabic
by : BTF

Secangkir Juice Cinta dari Surga

Posted by MiNDa magazine online Rabu, 02 Desember 2009, under | 1 komentar
Kisah 1
Kura-Kura Juga Punya Prinsip
“Islam di Dadaku.”
Yuk sobat kita belajar dari salah satu makhluk Allah yang selalu bangga dengan apa yang ia miliki walau yang lain mengejek atau menghinanya. Inilah dia ‘kura-kura akan tetap bangga sebagai kura-kura yang membawa rumah ke mana-mana.
’SEEKOR kura-kura tampak tenang ketika merayap di antara sekerumunan penghuni hutan lain. Pelan tapi pasti itulah motonya. Ia menggerakkan keempat tapak kakinya yang melangkah sangat lamban:
“Plak...plak..plak..!”
Tingkah kura-kura itu pun mengundang reaksi hewan lain. Ada yang mencibir, tertawa, mengejek atau menghinanya.
“Hei, kura-kura! Kamu jalan apa tidur!” ucap kelinci yang terlebih dahulu berkomentar miring. Spontan, yang lain pun tertawa riuh.
“Hei, kura-kura!” suara tupai ikut berkomentar. “Kalau jalan jangan bawa-bawa rumah. Berat tahu!” Sontak, hampir tak satupun hewan tak terbahak. “Ha..ha..ha..ha! Dasar kura-kura lamban!” komentar hewan-hewan lain kian marak.
Namun, si kura-kura tetap saja tenang. Kaki-kakinya terus melangkah mantap. Sesekali kura-kura menoleh ke kiri dan ke kanan menyambangi wajah rekan-rekannya sesama penghuni hutan. Ia pun tersenyum. “Apa kabar kawan-kawan?” ucap kura-kura ramah.
“Kawan, tidakkah sebaiknya kau simpan rumahmu selagi kamu berjalan. Kamu jadi begitu lamban,” ucap kancil lebih sopan. Ucapan kencil itulah yang akhirnya menghentikan langkah kura-kura. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu.
“Tidak mungkin aku melepas rumahku,” suara kura-kura begitu tenang. “Inilah jati diriku. Melepas rumah, berarti melepas jati diri. Inilah aku. Aku akan bangga sebagai kura-kura, di mana pun dan kapan pun!” jelas kura-kura begitu percaya diri.
Salut dengan pendirian si kura-kura! Wah sobat muda, hidup yang kita jalani adalah medan tempur, pertempuran kita tidak hanya dengan musuh secara fisik. Akan tetapi kita sesungguhnya bertempur dengan sesuatu yang tidak kita lihat, tapi ada. Bisa saja musuh kita itu; hawa nafsu, bisikan syetan, ejekan, cemoohan, hinaan bahkan makian.
Tidak jarang, apalagi ketika kita mencoba teguh dan tangguh dalam memegang prinsip kebenaran; sebagai pemuda muslim, kita akan dihadapkan dengan rintangan. Misalnya, ada-ada saja rintangan ketika pemuda belajar taat, kalau mau shalat berjamaah di masjid, ‘Eh tumben ke masjid. Alah jangan sok alimlah. Kuno! Masak hari gini pake ngaji segala. Masak gini hari pakai baju muslim, pakai celana levis kek, celana pensil kek! Masak gaulnya sama anak kampungan, sama kita dong, ne ada rokok, miras, narkoba, cewek cakep. Pokonya asyik deh!’ Kalau yang pemudi: ‘Masak hari gini pake jilbab, nggak gaul, udah buka aja jilbabnya, mending rambutnya kebuka aja lebih fresh dan menarik. Masak pake baju kurung, pake rok mini dong, baju yang ketat dan transparan, nggak gaul banget lho!’
Inilah mungkin sederetan contoh yang akan dihadapi pemuda muslim. Ini adalah bentuk pertarungan hati nurani, apakah akan tetap teguh dan tangguh atau luluh oleh musuh. Walau tanpa kekerasan, pertarungan ini sangat fatal akibatnya dibanding terbunuh sekali pun. Sebab bagi pemuda yang kalah dalam pertarungan jati diri bisa lebih awal mati sebelum benar-benar mati. Maka akan terlihatlah mayat hidup yang bergentayangan. Ngerikan? Ini ne tips ampuhnya agar nggak terjerumus:
~Maka, kita sedikit banyaknya mengambil pelajaran dari kisah kura-kura yang mendapat ejekan dan hinaan. Namun ia tetap teguh pendirian, memegang prinsip dan jati dirinya.
~Sobat muda, musti gigih mempertahankan ‘rumah jati diri’ sebagai seorang muslim yang tangguh sepanjang hidup. Walaupun karena itu ia terlihat lambat. Tapi perjalannya sebenarnya pasti. Jangan tinggalkan atau tanggalkan rumah jati diri Islammu. Pertahankanlah izzatul Islam (kehormatan Islam). Walau badai ejekan, hinaan akan mendatangimu. Bertahanlah dengan benteng keimanan dan ketakwaan.
~Jangan malu dengan agamamu, jangan malu beribadah, jangan malu membaca Al-Qur’an, jangan malu berpakaian islami, jangan malu berdakwah. Itulah kebenaran sejati dari Allah dan Rasul-Nya.
~Sobat muda, kapan pun dan di mana pun engkau berada, banggalah menjadi pemuda Islam. Dengan hidup sesuai ajaran Islam. Berpakaian, berbicara, berprilaku, berjuang dengan cara Islam. Jika sobat sudah berkomitmen, maka sungguh kemenangan di tangan sobat dan pantaslah sobat menjadi pemuda Islam yang tangguh. Lalu katakanlah dengan lantang, ”Selamanya Islam di dadaku.”
_________________________________________________________________________
Kisah 2.
Pesan Kiayi
Belajar Istiqomah dari Ciptaan Allah
Salam ukhwah sobat.! Mau dengar cerita tak? Mau..mau..mau...,nah begini ne ceritanya:
Di sebuah pesantren yang cukup besar yang terletak di sudut kampung serta jauh dari keramaian. Para santri dan santriawati yang telah menimba ilmu selama enam tahun di pesantren tersebut diinstuksikan untuk berbaris di lapangan masjid pesantern. Sudah tibalah saatnya para santri dan santriawati akan ke luar dari pesantren tersebut dan mengaplikasikan ilmunya di masyarakat. Bak pendekar akan turun gunung, maka sebelum turun gunung, Pak Kiayi pemilik pesantern itu berpesan pada seluruh santri dan santriawati.
“Wahai sekalian muridku, sekarang telah tiba saatnya kalian akan kami lepas dari didikan pesantren ini dan kalian akan terjun langsung ke masyarakat. Maka ingatlah baik-baik pesanku ini…”
Semua santri dan santriawati diam. Tampak mereka sunggug-sungguh akan mendengarkan pesan Kiayinya.
“Wahai sekalian muridku, hendaklah kalian mencontoh prilaku belut, labu dan ikan di laut. Dan janganlah kalian mencontoh prilaku kuda dan bunglon.”
Para santri dan santriawati tampak bingung. “Apa maksud perkataan Kiayi barusan, terangkanlah kepada kami.”
“Baiklah, belut itu walau pun hidupnya di dalam lumpur, tapi, tetap bersih dan licin. Labu meskipun dengan batangnya yang kecil dan merayap di tanah, namun buahnya besar dan bermanfaat. Sedangkan ikan di laut, meskipun hidupnya di air laut yang asin, tapi, dagingnya tidak asin dan enak dimakan.”
“Bagaimana dengan maksud kuda dan bunglon, Kiayi?” Tanya salah seorang santriawati.
“Aku melarang kalian untuk meniru prilaku kuda dan bunglon karena kuda yang sudah lepas dari kandangnya tidak akan pernah tahu lagi jalan pulang menuju kandangnya. Sedangkan bunglon, ia akan merubah corak kulitnya sesuai dengan tempat di mana ia tinggal. Apakah kamu sekalian faham?”
“Insya Allah…” Seru semua santri dan santriawati.
“Alhamdulillah….”
Setelah itu mereka berpamitan untuk meninggalkan pesantren yang mereka cintai.
Subhanallah, pesan yang lahir dari lidah seorang kiayi yang taat dan tawadhu’ sarat dengan makna dan nilai moral yang tinggi. Di mana pun kita berada, kapan pun waktunya serta dalam kondisi yang seperti apa pun yang kita hadapi. Diri kita harus tetap suci dan bersih dari hal-hal yang dilarang Allah SWT. Itulah pesan dari prilaku belut.
Hidup ini bak roda yang senantiasa berputar dan terus berputar. Kadang berda di atas dan terkadang pula berada di bawah. Suatu ketika susah dan suatu ketika juga kita akan senang. Semua dipergilirkan. Maka buatlah hidup ini senantiasa bermanfaat bagi orang lain dalam kondisi apapun. Jadikan hidup kita berguna disaat susah, bermanfaat di waktu senang. Itulah sehelai hikmah di balik prilaku buah labu.
Mukmin yang benar imannya adalah bukan hanya ketika dihadapi dengan kondisi kritis saja imannya tetap mekar dan berbunga, tetapi justru ketika dihidangkan sketsa kehidupan dalam bentuk kesenangan dan kemewahan, imannya juga tetap tumbuh subur berbuah. Itulah setetes air hikmah yang ada pada prilaku ikan di laut.
Dunia adalah panggung ujian. Banyak yang berhasil menempuh ujian itu serta tidak sedikit pula yang gagal dalan ujian itu. Mereka gagal karena telah berpaling dari panduan yang telah Allah SWT tentukan, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal inilah yang menyebabkan mereka tersesat dan tak tahu lagi yang hak dan batil. Mereka terus berlari dalam ketidaktahuannya. Tak tahu akan di mana salah dan benar karena telah meninggalkan panduan. Akhirnya yang menjadi panduan sekaligus penuntun mereka adalah hawa nafsu. Sehinggal apa yang enak di hati itulah yang diikuti. Hawa nafsu yang menjadi Tuhan. Itulah sekelumit hikmah dari kuda dan bunglon. Ok sobat, semoga bermanfaat.

By: Muklisin Al-Bonai, S. Pd (Bergiat di FLP Pekanbaru, Fundraiser Bank zakat dan Direktur Operasional MiNDa Creative Center)

Dikutip dari buku “Segelas Juice Cinta dari Surga” Karya Muklisin Al-Bonai & Henri Fadhail Azzam (miliki segera bukunya, kisah spektakuler full hikmah dan filosofi)

One Response to "Secangkir Juice Cinta dari Surga"